Wahai Para Suami, Jangan Cuma Bisa Menuntut Sang Istri!

December 19, 2014
"Ingatlah wahai istriku, surgamu berada di bawah telapak kakiku….!!, kamu harus taat kepadaku…!!!"

Demikianlah ucapan yang mungkin terlontarkan dari mulut seorang suami yang menuntut istrinya agar menjadi seorang istri yang sholehah dan selalu nurut kepadanya.

Ucapan yang dilontarkan suami tersebut adalah perkataan yang benar. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya” (HR AT-Thirmidzi no 1159, Ibnu Majah no 1853 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (Lihat As-Shahihah no 3366))..

Pernah ada seorang wanita yang datang menemui Nabi karena ada suatu keperluan, lantas Nabi berkata kepada wanita tersebut, هذه أذات بعل ؟  "Apakah engkau bersuami?", wanita itu menjawab, "Iya".

Lantas Nabi bertanya lagi, كيف أنت له ؟ "Bagaimana sikap engkau terhadap suamimu?, wanita itu berkata, ما آلوه إلا ما عجزت عنه  "Aku berusaha keras untuk melayani dan taat kepadanya, kecuali pada perkara yang tidak aku mampui".

Nabi berkata, فانظري أين أنت منه ؟ فإنما هو جنتك ونارك  "Lihatlah bagaimana engkau di sisinya, sesungguhnya suamimu itu surgamu dan nerakamu" (Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim dan Al-Albani)..

Jika seorang wanita telah menikah maka surganya telah berpindah dari telapak kaki ibunya ke telapak kaki suaminya.

Akan tetapi kita bertanya kepada sang suami, apakah dia telah menunaikan seluruh tugas dan kewajibannya sebagai suami?, apakah dia sendiri adalah seorang suami yang sholeh dan berakhlak mulia? Apakah dia telah menunaikan hak-hak istrinya tersebut??

Kalau jawabannya adalah : "IYA", maka jelas dia berhak untuk menuntut istrinya dengan kata-kata di atas. Akan tetapi jika jawabannya : "TIDAK", atau mungkin sang suami malu-malu untuk mengatakan tidak, sehingga dirubah jawabannya menjadi : "BELUM", maka….sungguh sang suami ternyata hanya bisa menuntut.

Hendaknya sebelum dia menuntut dia bercermin terlebih dahulu… Sebelum dia menununtut agar istrinya senantiasa berpenampilan ayu, apakah sang suami juga telah menjaga penampilannya dihadapan istrinya…??

Ataukah hanya menjaga penampilannya tatkala berhadapan dengan para sahabatnya??
Bukankah Allah berfirman
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. (QS Al Baqarah 228)


Wahai para suami renungkanlah sabda dan nasihat Nabi kalian Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, suami teladan umat ini…

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku” (HR At-Thirmidzi no 3895 dari hadits Aisyah dan Ibnu Majah no 1977 dari hadits Ibnu Abbas dan dishahihakan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 285))

Beliau shallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya”. (HR At-Thirmidzi no 1162 dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Majah no 1987 dari hadits Abdullah bin ‘Amr, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 284))

Hadits yang sangat agung ini banyak dilalaikan oleh para suami…padahal hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa menjadi seorang suami yang terbaik bagi istrinya merupakan tanda baiknya seseorang???, tidak cuma sampai di sini, bahkan merupakan tanda sempurnanya keimanan.

Maka dari itu wahai para suami, bercerminlah dahulu sebelum engkau menuntut hak pada istrimu. Jangan berharap istri seperti Fatimah Azzahra jika dirimu tidak bisa berlaku seperti Sayyidina Ali Bin Abi Thalib.


Wahai Para Suami, Jangan Cuma Bisa Menuntut Sang Istri! Wahai Para Suami, Jangan Cuma Bisa Menuntut Sang Istri! Reviewed by Himam Miladi on December 19, 2014 Rating: 5

Tak Perlu Ragu Mengatakan "Jangan" Kepada Anak

November 12, 2014
Tidak semua pemikiran yang berasal dari barat harus selalu kita ikuti atau bahkan kita jadikan pedoman untuk membangun generasi kita di masa yang akan datang. Dalam kehidupan dunia barat penghargaan terhadap kebebasan hak dari setiap orang bahkan anak selalu dijunjung tinggi sebagai suatu dogma yang harus ditaati.

Salah satu dogma yang berkaitan dengan memberikan kebebasan pada anak adalah dengan munculnya istilah populer dalam psikologi barat yaitu Jangan katakan tidak pada anak. (Don’t say NO to Children). Setiap orang yang sedang mendidik haram hukumnya mengatakan kata “jangan” pada anak, ataupun peserta didik karena kata jangan akan membelenggu perkembangan sang Anak. Baik ia seorang Guru, Ibu, Ulama, Masyarakat Umum, dan mereka semua yang terlibat dalam proses pendidikan anak dihimbau untuk menerapkanya. Ajaran ini menganjurkan para pendidik untuk mengganti kata “Jangan” yang di stigma negatif menjadi kalimat–kalimat positif. Benarkah konsep ini akan meningkatkan pertumbuhan kreatifitas anak, atau justru akan membinasakan?

Menurut Malik Badri dalam bukunya, Dilemma of Muslim Psychologist. Para Psikolog Muslim termakan dogma dari Psikolog Barat yang menyatakan, “Orang tua selalu berada di pihak yang salah. Sebaliknya berkembang sikap atau pandangan yang menyatakan bahwa anak selalu benar.” Padahal menurut Malik Badri dogma inilah yang membuat anak menjadi tak bisa menghargai orangtuanya.
Sebagai orang tua muslim, kita harus berkaca kepada keruntuhan moral yang terjadi pada anak-anak Barat. Hilangnya Rasa Hormat anak terhadap orang tua diakibatkan melunaknya pemberian hukuman dari para orangtua.

Konsep Pendidikan “Don’t say NO to children,” sesungguhanya merupakan embrio dari pemikiran liberalisme. Setiap anak dididik berpikir dan bertindak sebebas mungkin sejak dini dengan dalih untuk tidak membunuh kreatifitas sang anak. Padahal jika kita mau mengkritisi, kreatif bukanlah identitas dari kebaikan. Penjahatpun mampu untuk berkreatifitas, Para Koruptor yang sangat licin untuk ditangkap oleh KPK adalah contoh nyata kreatifitas dari seorang penjahat.

Kebebasan tanpa larangan akan menghasilkan manusia-manusia kebingungan yang pada akhirnya akan berhujung pada sikap atheisme atau paling tidak iya akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Karena bagi orang yang bebas, peraturan adalah yang ia kehendaki. Layaknya para koruptor hari ini yang bebas memilih jalan mencari nafkah, kreatif dan lihai dalam mengakali birokrasi untuk korupsi.

Sebenarnya kesalahan yang kerap kali terjadi adalah pelarangan tanpa penjelasan yang terang dan jelas. Orang tua dan guru terkadang tidak mampu memberikan alasan pelarangan kepada sang anak.  Cara pandang yang memberikan kebebasan anak untuk memilih sesungguhnya adalah konsep menuju kebinasaan. Karena tidak semua pilihan yang dihadapi oleh anak itu adalah benar. Pasti ada pilihan-pilihan keliru yang dapat membinasakan dirinya. Sehingga setiap orang wajib menggunakan kata jangan untuk membatasi pilihan-pilihan keliru terhadap anak.

Sebelumnya, kalau kita mau teliti, mari kita tanyakan kepada mereka yang melarang kata ‘jangan’, apakah ini punya landasan dalam al-Qur’an dan hadits? Apakah semua ayat di dalam al-Qur’an tidak menggunakan kata “Laa (jangan)”?  Mereka pun mengatakan jangan terlalu sering mengatakan jangan. Sungguh mereka lupa bahwa lebih dari 500 kalimat dalam ayat Al-Qur’an menggunakan kata “jangan”.

Allahu akbar, banyak sekali! Mau dikemanakan ayat-ayat kebenaran ini? Apa mau dibuang? Kalau mereka mengatakan kata jangan bukan tindakan preventif (pencegahan), maka kita tanya, apakah Anda mengenal Luqman AL- Hakim? Kita Juga Bisa Mengambil contoh dari Luqman yang yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Luqman mengawali nasihatnya dengan pelarangan kemudian ditambahkan penjelasan mengapa Menyekutukan Allah itu dilarang. Tentunya cara ini jauh lebih utama karena kisah didalam Al Qur’an adalah kisah-kisah terbaik dalam sejarah hidup manusia.
Ketika Luqman menggunakan redaksi “ janganlah mempersekutukan Allah”, ketimbang “Sembahlah Allah” bertujuan untuk meniadakan peluang pengakuan Tuhan-tuhan lainya yang patut disembah. Karena jika kalimat yang digunakan “Sembahlah Allah” berarti tidak menutup kemungkinan ada Tuhan-tuhan lain yang dapat disembah, namun dengan memilih “janganlah mempersekutukan Allah” Luqman telah menutup pilihan-pilihan keliru bagi anaknya.

Mengapa Luqmanul Hakim tidak menganti “jangan” dengan “diam/hati-hati”? Karena ini bimbingan Alloh. Perkataan “jangan” itu mudah dicerna oleh anak, sebagaimana penuturan Luqman Hakim kepada anaknya. Dan perkataan jangan juga positif, tidak negatif. Ini semua bimbingan dari Alloh subhanahu wa ta’ala, bukan teori pendidikan Yahudi.

Adakah pribadi psikolog atau pakar parenting pencetus aneka teori ‘modern’ yang melebihi kemuliaan dan senioritas Luqman? Tidak ada. Luqman bukan nabi, tetapi namanya diabadikan oleh Allah dalam Kitab suci karena ketinggian ilmunya. Dan tidak satupun ada nama psikolog kita temukan dalam kitabullah itu.

Membuang kata “jangan” justru menjadikan anak hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar. Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi karena lebih memilih berdamai. Ia tidak sombong bukan karena kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena menganggap rendah hati itu lebih aman baginya. Dan, kelak, ia tidak berzina bukan karena takut adzab Alloh, tetapi karena menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orang tuanya.

Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi dengan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada lagi minat untuk mendakwahi manusia yang dalam kondisi bersalah, karena dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian”. Mereka bungkam melihat penistaan agama karena otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”.
Jadi kenapa harus ragu untuk mengatakan, “Jangan” pada Anak/Murid-mu?


sumber: http://www.jasaperencanakeuangan.com/jangan-ragu-katakan-jangan-pada-anak/
Tak Perlu Ragu Mengatakan "Jangan" Kepada Anak Tak Perlu Ragu Mengatakan "Jangan" Kepada Anak Reviewed by Himam Miladi on November 12, 2014 Rating: 5

Demokrasi ala Umar Bin Khattab

November 10, 2014
Khalifah terbesar umat Islam, Umar Bin Khattab, memandang bahwa musyawarah merupakan akar dari demokrasi. Bagi Umar, bermusyawarah itu bukanlah hanya sekedar untuk menguatkan pendapat salah satu pihak saja, tetapi yang lebih penting adalah untuk mencari kebenaran.
"Janganlah tuan-tuan mengemukakan pendapat yang menurut persangkaan tuan-tuan sesuai dengan keinginan saya, tetapi kemukakaknlah buah pikiran menurut perkiraan tuan-tuan sesuai dengan kebenaran".

Bagi Amirul Mukminin, bermusyawarah itu adalah menyetujui suatu pendapat atau menentangnya, tak obahnya bagaikan sepasang sayap dari hukum yang baik, dan merupakan paru-paru dari setiap hukum yang benar. Karena pandangannya yang demikian, maka sewaktu ia menduduki jabatan khilafat dan didengarnya bisik-bisik tentang kekerasan dan ketegasannya, ia pun bersunyi diri dan merenungkan hal itu.

Seorang sahabat, yaitu Hudzaifah Ibnul Yaman masuk menemuinya, kiranya didapatinya Umar dalam keadaan murung dengan kedua matanya basah oleh airmata. Maka ditanakanlah oleh Hudzaifah:
"Ada apa wahai Amirul Mu'minin?
"Saya takut akan berbuat kesalahan", ujar Umar, "lalu tidak seorang pun di antara tuan-tuan yang menyanggahnya karena rasa segan kepada saya".
"Demi Allah, tidak....! ujar Hudzaifah, "sekiranya kami lihat anda keluar dari garis kebenaran, maka kami akan mengembalikan anda kepadanya!"

Mendengar itu, Umar pun bergembira dan merasa optimis, kemudian katanya:
"Segala puji bagi Allah yang telah memberi saya sahabat-sahabat yang bersedia meluruskan kesalahan saya jika ternyata saya melakukannya".

Penghargaan akan tantangan dan kecaman terhadap dirinya ini, dapat diperhatikan dari sikap Umar; dimana ia telah menjamin keamanan dan ketentraman bagi setiap penyampainya bahkan diberikan penghormatan terhadap mereka.

Pada suatu hari, ia naik ke atas mimbar, kemudian katanya:
"Apa yang akan tuan-tuan perbuat, seandainya saya memiringkan kepala saya ke dunia, seperti ini.....(maksudnya lebih merasa duniawi. red)".

Dari kumpulan kaum Muslimin itu, menyeruaklah seorang laki-laki sambil mengacungkan tangannya, yang bagaikan pedang terhunus seraya berkata:
"Kalau begitu, pedang kamilah yang akan berbicara".
"Kepada saya kah anda tujukan perkataan itu?" tanya Umar.
"Memang anda lah yang saya tuju dengan ucapan saya itu!"
"Semoga Allah memberi anda rahmat", jawab Umar dengan wajah berseri-seri karena gembiranya, kemudian katanya:
"Segala puji bagi Allah yang telah menyediakan di kalangan tuan-tuan orang yang akan membetulkan kesalahan saya".
Demokrasi ala Umar Bin Khattab Demokrasi ala Umar Bin Khattab Reviewed by Himam Miladi on November 10, 2014 Rating: 5

Nikmatnya Membaca Al Fatihah

October 30, 2014
Pada saat membaca surah Al-Fatihah waktu shalat, banyak orang yang membacanya tergesa-gesa tanpa spasi, tanpa jeda dan tak dinikmati. Padahal disaat kita selesai membaca satu ayat dari surah Al-Fatihah, Allah menjawab setiap ucapan kita, maka dari itu kita disunahkan berhenti sejenak setiap selesai membaca satu ayat.

Dalam Sebuah Hadits Qudsi Allah SWT berfirman : "Aku membagi shalat menjadi dua bagian, untuk Aku dan untuk hamba-Ku".

Artinya, tiga ayat diatas: Iyyaka Na'budu Wa iyyaka nasta'in adalah hak Allah, dan tiga ayat kebawahnya adalah urusan hamba-Nya.

Ketika Kita mengucapkan "Alhamdulillahi Rabbil 'alamin". Allah menjawab :"Hamba-Ku telah memuji-Ku".

Ketika kita mengucapkan "Ar-Rahmaanir-Rahiim"...Allah menjawab : "Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku".

Ketika kita mengucapkan "Maaliki yaumiddin"... Allah menjawab :"Hamba-Ku memuja-Ku"

Ketika kita mengucapkan “Iyyaka na’ budu wa iyyaka nasta’in”...Allah menjawab : “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku”.

Ketika kita mengucapkan “Ihdinash shiratal mustaqiim, Shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladdhoolliin.”... Allah menjawab : “Inilah perjanjian antara Aku dan hamba-Ku.. Akan Ku penuhi yang ia minta.”
(H.R. Muslim dan At-Turmudzi)

Berhentilah sejenak setelah membaca setiap satu ayat... Rasakan dan resapi betul-betul jawaban indah dari Allah, satu persatu, karena Allah sesungguhnya sedang menjawab ucapan-ucapan kita...

Lalu ucapkanlah "Aamiin" dengan penuh harapan dikabulkan, sebab malaikat pun sedang mengucapkan hal yang sama dengan kita.

"Barang siapa yang ucapan “Aamiin-nya” bersamaan dengan para malaikat, maka Allah akan memberikan ampunan kepada-Nya.”. (H.R Bukhari, muslim, Abu Dawud)
Nikmatnya Membaca Al Fatihah Nikmatnya Membaca Al Fatihah Reviewed by Himam Miladi on October 30, 2014 Rating: 5

60 Sahabat Nabi: Abdullah bin Zubair, Seorang Tokoh Dan Syahid Yang Luar Biasa

September 29, 2014

Ketika menempuh padang pasir yang panas bagai menyala dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah yang terkenal itu, ia masih merupakan janin dalam rahim ibunya. Demikianlah telah menjadi taqdir bagi Abdullah bin Zubeir melakukan hijrah bersama Kaum Muhajirin selagi belum muncul ke alam dunia, masih tersimpan dalam perut ibunya ….
Ibunya Asma,  semoga Allah ridla kepadanya dan ia jadi ridla kepada Allah  setibanya di Quba, suatu dusun di luar kota Madinah, datanglah saat melahirkan, dan jabang bayi yang muhajir itu pun masuklah ke bumi Madinah bersamaan waktunya dengan masuknya muhajirin lainnya dari shahabat- shahabat Rasulullah . . . !

Bayi yang pertama kali lahir pada saat hijrah itu, dibawa kepada Rasulullah saw. di rumahnya di Madinah, maka dicium­nya kedua pipinya dan dikecupnya mulutnya, hingga yang  pertama masuk ke rongga perut Abdullah bin Zubeir itu ialah air selera Rasulullah yang mulia.
Kaum Muslimin berkumpul dan beramai-ramai membawa bayi yang dalam gendongan itu berkeliling kota sambil membaca tahlil dan takbir. Latar belakangnya ialah karena tatkala Rasulullah dan para shahabatnya tinggal menetap di Madinah, orang­orang Yahudi merasa terpukul dan iri hati, lalu melakukan perang urat saraf terhadap Kaum Muslimin. Mereka sebarkan berita bahwa dukun-dukun mereka telah menyihir Kaum Muslimin dan membuat mereka jadi mandul, hingga di Madinah tak seorang pun akan mempunyai bayi dari kalangan mereka . . . !
Maka tatkala Abdullah bin Zubeir muncul dari alam gaib, hal itu merupakan suatu kenyataan yang digunakan taqdir untuk menolak kebohongan orang-orang Yahudi di Madinah dan mematahkan tipu muslihat mereka … !

Di masa hidup Rasulullah, Abdullah belum mencapai usia dewasa. Tetapi lingkungan hidup dan hubungannya yang akrab dengan Rasulullah, telah membentuk kerangka kepahlawanan dan prinsip hidupnya, sehingga darma baktinya dalam menempuh kehidupan di dunia ini menjadi buah bibir orang dan tercatat dalam sejarah dunia.
Anak kecil itu tumbuh dengan amat cepatnya dan menunjuk­kan hal-hal yang luar biasa dalam kegairahan, kecerdasan dan keteguhan pendirian. Masa mudanya dilaluinya tanpa noda, seorang yang suci, tekun beribadat, hidup sederhana dan perwira tidak terkira ….

Demikianlah hari-hari dan peruntungan itu dijalaninya dengan tabi’atnya yang tidak berubah dan semangat yang tak pernah kendor. la benar-benar seorang laki-laki yang mengenal tujuannya dan menempuhnya dengan kemauan yang keras membaja dan keimanan teguh luar biasa ….
Sewaktu pembebasan Afrika, Andalusia dan Konstantinopel, ia yang waktu itu belum melebihi usia tujuh belas tahun, tampil sebagai salah seorang pahlawan yang namanya terlukis sepanjang masa . . .
Dalam pertempuran di Afrika sendiri, Kaum Muslimin yang jumlahnya hanya duapuluh ribu oang tentara, pernah meng­hadapi musuh yang berkekuatan sebanyak seratus duapuluh ribu orang.

Pertempuran berkecamuk, dan pihak Islam terancam bahaya besar! Abdullah bin Zubeir melayangkan pandangannya meninjau kekuatan musuh hingga segeralah diketahuinya di mana letak kekuatan mereka. Sumber kekuatan itu tidak lain dari raja Barbar yang menjadi panglima tentaranya sendiri. Tak putus putusnya raja itu berseru terhadap tentaranya dan membangkit­kan semangat mereka dengan cara iatimewa yang mendorong mereka untuk menerjuni maut tanpa rasa takut ….
Abdullah maklum bahwa pasukan yang gagah perkasa ini tak mungkin ditaklukkan kecuali dengan jatuhnya panglima yang menakutkan ini. Tetapi bagaimana caranya untuk menemuinya, padahal untuk sampai kepadanya terhalang oleh tembok kukuh dari tentara musuh yang bertempur laksana angin puyuh . . .  !

Tetapi semangat dan keberanian Ibnu Zubeir tak perlu diragukan lagi untuk selama-lamanya … ! Dipanggilnya sebagian kawan-kawannya, lalu katanya:  “Lindungi punggungku dan mari menyerbu bersamaku . . . !” Dan tak ubah bagai anak panah lepas dari busurnya, dibelahnya barisan yang berlapis itu menuju raja musuh, dan demi sampai di hadapannya, dipukulnya sekali pukul, hingga raja itu jatuh tersungkur. Kemudian secepatnya bersama kawan-kawannya ia mengepung tentara yang berada di sekeliling raja dan menghancurkan mereka …. lalu dikuman­dangkannya Allahu Akbar . . . !
Demi Kaum Muslimin melihat bendera mereka berkibar di sana, yakni di tempat panglima Barbar berdiri menyampaikan perintah dan mengatur siasat, tahulah mereka bahwa kemenangan telah tercapai. Maka seolah-olah satu orang jua, mereka me­nyerbu ke muka, dan segala sesuatu pun berakhir dengan keuntungan di pihak Muslimin … !

Abdullah bin Abi Sarah, panglima tentara Islam, mengetahui peranan penting yang telah dilakukan oleh Ibnu Zubeir. Maka sebagai imbalannya disuruhnya ia menyampaikan sendiri berita kemenangan itu ke Madinah terutama kepada khalifah Utsman bin Affan ….
Hanya kepahlawanannya dalam medan perang bagaimana juga unggul dan luar biasanya, tetapi itu tersembunyi di balik ketekunannya dalam beribadah . . .. Maka orang yang mempunyai tidak hanya satu dua alasan untuk berbangga dan menyombongkan dirinya ini akan menakjubkan kita karena selalu ditemukan dalam lingkungan orang-orang shaleh dan rajin beribadat.

Maka baik derajat maupun kemudaannya, kedudukan atau harta bendanya, keberanian atau kekuatannya, semua itu tidak mampu untuk menghalangi Abdullah bin Zubeir untuk menjadi seorang laki-laki ‘abid yang berpuasa di siang hari, bangun malam beribadat kepada Allah dengan hati yang khusuk niat yang suci.

Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz mengatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah:  “Cobalah ceritakan kepada kami kepri­badian Abdullah bin Zubeir!” Maka ujarnya:  “Demi Allah! Tak pernah kulihat jiwa yang tersusun dalam rongga tubuhnya itu seperti jiwanya! Ia tekun melakukan shalat, dan mengakhiri segala sesuatu dengannya . . . . Ia ruku’ dan sujud sedemikian rupa, hingga karena amat lamanya, maka burung-burung gereja yang bertengger di atas bahunya atau punggungnya, menyangka­nya dinding tembok atau kain yang tergantung. Dan pernah peluru meriam batu lewat antara janggut dan dadanya sementara ia shalat, tetapi demi Allah, ia tidak peduli dan tidak goncang, tidak pula memutus bacaan atau mempercepat waktu rukuk nya . . . !”

Memang, berita-berita sebenarnya yang diceritakan orang tentang ibadat Ibnu Zubeir, hampir merupakan dongeng. Maka di dalam shaum dan shalat, dalam menunaikan haji dan serta zakat, ketinggian cita serta kemuliaan diri . . . , dalam berteng­gang di waktu malam  sepanjang hidupnya  untuk bersujud dan beribadat …. dalam menahan lapar di waktu siang,  juga sepanjang usianya untuk shaum dan jihadun nafs . . . , dan dalam keimanannya yang teguh kepada Allah … dalam semua itu ia adalah tokoh satu-satunya tak ada duanya . . . !

Pada suatu kali, Ibnu Abbas ditanyai orang mengenai Ibnu Zubeir. Maka walaupun di antara kedua orang ini terdapat per­selisihan paham, Ibnu Abbas berkata:  “Ia adalah seorang pembaca Kitabullah, dan pengikut sunnah Rasul-Nya, tekun beribadat kepada-Nya dan shaum di siang hari karena takut kepada-Nya . . . . Seorang putera dari pembela Rasulullah, dan ibunya ialah Asma puteri Shiddiq, sementara bibinya ialah Khadijah iatri dari Rasulullah . . . . Maka tak ada seorang pun yang tak mengakui keutamaannya, kecuali orang yang dibutakan matanya oleh Allah … !”
Dalam keteguhan dan kekuatan wataknya, Abdullah bin Zubeir seolah-olah menandingi gunung layaknya . . . ! Terbuka jelas . . . . mulia . . . , tangguh .. , dan siap sedia selalu untuk mengurbankan nyawanya sebagai tebusan keterusterangan dan lurusnya jalan yang akan ditempuhnya ….

Sewaktu perseliaihan dan peperangannya dengan Mu’awiyah, ia dikunjungi oleh Hushain bin Numeir, yakni panglima tentara yang dikirim oleh Yazid untuk memadamkan pemberontakan Ibnu Zubeir.
Hushain berkunjung kepadanya tidak lama setelah sampainya berita ke Mekah tentang Kematian Yazid. Ia menawarkan kepada Ibnu Zubeir untuk ikut pergi bersamanya ke Syria, dan ia akan menggunakan pengaruhnya yang besar di sana agar bai’at dapat diberikan kepadanya … !

Abdullah menolak kesempatan emas ini karena menurut keyakinannya terhadap Syria harus dijalankan hukum qishash sebagai balasan atas dosa-dosanya dan kekejaman mereka ter­hadap kota Madinah, kota Rasulullah saw. demi memenuhi kehendak orang-orang Bani Umaiyah ….
Sungguh, kita berbeda pendapat dengan Abdullah mengenai pendiriannya ini, dan kita berharap kiranya ia lebih mementing­kan perdamaian dan ketenteraman, serta menggunakan kesempatan langka yang ditawarkan Hushain, panglima Yazid ini… !
Tetapi pendirian seorang laki-laki, laki-laki mana juga yang berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya, dan penolak­annya untuk bersifat bohong dan munafiq, merupakan suatu hal yang patut mendapat penghargaan dan kekaguman … !

Dan tatkala ia diserang oleh Hajjaj dengan bala tentaranya yang diiringi kepungan ketat terhadap dirinya dan anak buahnya, maka di antara anak buahnya itu terdapat segolongan besar orang-orang Habsyi yang selalu hidup di medan perang dan para pemanah yang mahir.
Ibnu Zubeir mendengar mereka sedang membicarakan khalifah yang telah pergi berlalu bernama Utsman bin Affan r.a., tanpa mengindahkan tata-tertib kesopan­an dan tidak didasari oleh kesadaran, mereka dicelanya, katanya: “Demi Allah, aku tak sudi meminta bantuan dalam menghadapi musuhku kepada orang-orang yang membenci Utsman  !” Pada saat itu ia sangat memerlukan bantuan, tak ubah bagai seorang yang tenggelam membutuhkan pertolongan, tetap uluran tangan orang tersebut ditolaknya … !

Keterbukaannya terhadap diri pribadi serta kesetiaannya terhadap aqidah dan prinsipnya, menyebabkannya tidak peduli kehilangan duaratus orang pemanah termahir yang Agama mereka tidak dipercayai dan berkenan di hatinya! Padahal waktu itu ia sedang berada dalam peperangan yang akan menentukan hidup matinya, dan kemungkinan besar akan berubah arah, seandainya pemanah-pemanah ahli itu tetap berada di sam­pingnya.

Kemudian pembangkangannya terhadap Mu’awiyah dan puteranya Yazid sungguh-sungguh merupakan kepahlawanan! Menurut pandangannya, Yazid bin Mu’awiyah bin Abi Sufyan itu adalah laki-laki yang terakhir kali dapat menjadi khalifah Muslimin, seandainya memang dapat . . . ! Pandangannya ini memang beralasan, karena dalam soal apa pun juga, Yazid tidak becus! Tidak satu pun kebaikan dapat menghapus dosa-dosanya yang diceritakan sejarah kepada kita, maka bagaimana Ibnu Zubeir akan mau bai’at kepadanya … ?

Kata-kata penolakannya terhadap Mu’awiyah selagi ia masih hidup amat keras dan tegas. Dan apa pula katanya kepada Yazid yang telah naik menjadi khalifah dan mengirim utusannya kepada Ibnu Zubeir mengancamnya dengan nasib jelek apabila ia tidak mau bai’at pada Yazid … ? Ketika itu Ibnu Zubeir memberikan jawabannya: “Kapan pun, aku tidak akan bai’at kepada si pemabok … kemudian katanya berpantun :         “Terhadap hal bathil tiada tempat berlunak lembut kecuali bila geraham, dapat mengunyah batu menjadi lembut “.

Ibnu Zubeir tetap menjadi Amirul Mu’minin dengan meng­ambil Mekah al-Mukarramah sebagai ibu kota pemerintahan dan membentangkan kekuasaannya terhadap Hejaz, Yaman, Bashrah, Kufah, Khurasan dan seluruh Syria kecuali Damsyik, setelah ia mendapat bai’at dari seluruh warga kota-kota daerah tersebut di atas.
Tetapi orang-orang Banu Umaiyah tidak senang diam dan berhati puas sebelum menjatuhkannya, maka mereka melancar­kan serangan yang bertubi-tubi, yang sebagian besar di antaranya berakhir dengan kekalahan dan kegagalan.

Hingga akhirnya datanglah masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan yang untuk menyerang Abdullah di Mekah itu memilih salah seorang anak manusia yang paling celaka dan paling merajalela dengan kekejaman dan kebuasannya … ! Itulah dia Hajjaj ats-Tsaqafi, yang mengenai pribadinya Umar bin Abdul Aziz, Imam yang adil itu pernah berkata:  “Andainya setiap ummat datang dengan membawa kesalahan masing-masing, sedang kami hanya datang dengan kesalahan Hajjaj seorang saja, maka akan lebih berat lagi kesalahan kami dari mereka semua … ! “

Dengan mengerahkan anak buah dan orang-orang upahannya, Hajjaj datang memerangi Mekah ibukota Ibnu Zubeir. Dikepung­nya kota itu serta penduduknya, selama lebih kurang enam bulan dan dihalanginya mereka mendapat makanan dan air, dengan harapan agar mereka meninggalkan Ibnu Zubeir sebatang kara, tanpa tentara dan sanak saudara.

Dan karena tekanan bahaya kelaparan itu banyaklah yang menyerahkan diri, hingga Ibnu Zubeir mendapatkan dirinya tidak berteman atau kira-kira demikian . . . . Dan walaupun kesempatan untuk meloloskan diri dan menyelamatkan nyawa­nya masih terbuka, tetapi Ibnu Zubeir memutuskan akan me­mikul tanggung jawabnya sampai titik terakhir. Maka ia terus menghadapi serangan tentara Hajjaj itu dengan keberanian yang tak dapat dilukiskan, padahal ketika itu usianya telah mencapai tujuh puluh tahun … !

Dan tidaklah dapat kita melihat gambaran sesungguhnya dari pendirian yang luar biasa ini, kecuali jika kita mendengar percakapan yang berlangsung antara Abdullah dengan ibunya yang agung dan mulia itu, Asma’ binti Abu Bakar, yakni di saat­-saat yang akhir dari kehidupannya.
Ditemuinya ibunya itu dan dipaparkannya di hadapannya suasana ketika itu secara terperinci, begitupun mengenai akhir kesudahan yang sudah nyata tak dapat dielakkan lagi ….

Kata ‘Asma’ kepadanya:
“Anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu! Apabila menurut keyakinanmu, engkau berada di jalan yang benar dan berseru untuk mencapai kebenaran itu, shabar dan tawakallah dalam melaksanakan tugas itu sampai titik darah penghabiaan. Tiada kata menyerah dalam kamus perjuangan melawan kebuasan budak-budak Bani Umaiyah … ! Tetapi kalau menurut pikiranmu, engkau hanya mengharapkan dunia, maka engkau adalah seburuk-buruk hamba, engkau celakakan dirimu sendiri serta orang-orang yang tewas ber­samamu!”

Ujar Abdullah:
“Demi Allah, wahai bunda! Tidaklah ananda mengharapkan dunia atau ingin hendak mendapatkannya! Dan sekali ­kali tidaklah anakanda berlaku aniaya dalam hukum Allah, berbuat curang atau melanggar batas …

Kata Asma’ Pula:
Aku memohon kepada Allah semoga ketabahan hatiku menjadi kebaikan bagi dirimu, baik engkau mendahuluiku menghadap Allah maupun aku. Ya Allah, semoga ibadahnya sepanjang malam, shaum sepanjang siang dan bakti kepada kedua orang tuanya, Engkau terima disertai cucuran Rahmat-Mu. Ya Allah, aku serahkan segala sesuatu tentang dirinya kepada kekuasaan­Mu, dan aku rela menerima keputusan-Mu. Ya Allah berilah aku pahala atas segala perbuatan Abdullah bin Zubeir ini, pahalanya orang-orang yang shabar dan bersyukur …
Kemudian mereka pun berpelukan menyatakan perpisahan dan selamat tinggal.

Dan beberapa kemudian, Abdullah bin Zubeir terlibat dalam pertempuran sengit yang tak seimbang, hingga syahid agung itu akhirnya menerima pukulan maut yang menewaskannya. Peria­tiwa itu menjadikan Hajjaj kuasa Abdul Malik bin Marwan ber­kesempatan melaksanakan kebuasan dan dendam kesumatnya, hingga tak ada jenis kebiadaban yang lebih keji kecuali dengan menyalib tubuh syahid suci yang telah beku dan kaku itu.

Bundanya, wanita tua yang ketika itu telah berusia sembilan ­puluh tujuh tahun, berdiri memperhatikan puteranya yang disalib. Dan bagaikan sebuah gunung yang tinggi, ia tegak meng­hadap ke arahnya tanpa bergerak. Sementara itu Hajjaj datang menghampirinya dengan lemah lembut dan berhina diri, katanya: “Wahai ibu, Amirul Mu’minin Abdulmalik bin Marwan memberiku wasiat agar memperlakukan ibu dengan baik … !” “Maka adakah kiranya keperluan ibu … ?’

Bagaikan berteriak dengan suara berwibawa wanita itu berkata: “Aku ini bukanlah ibumu . . . ! Aku adalah ibu dari orang yang disalib pada tiang karapan … !
Tiada sesuatu pun yang kuperlukan daripadamu. Hanya aku akan menyampaikan kepadamu sebuah Hadits yang kudengar dari Rasulullah saw. sabdanya:
“Akan muncul dari Tsaqif seorang pembohong dan seorang durjana   Adapun si pembohong telah sama-sama kita ketahui. Adapun si durjana, sepengetahuanku hanyalah kamu … ! “

Abdullah bin Umar r.a. datang menghiburnya dan mengajak­nya bershabar. Maka jawabnya:  “Kenapa pula aku tidak akan shabar, padahal kepada Yahya bin Zakaria sendiri telah diserah­kan kepada salah seorang durjana dari durjana-durjana Bani Iarail . . . !”

Oh, alangkah agungnya anda, wahai puteri Abu Bakar Shiddiq .. .. ! Memang, adakah lagi kata-kata yang lebih tepat diucapkan selain itu kepada orang-orang yang telah memisahkan kepala Ibnu Zubeir dari tubuhnya sebelum mereka menyalibnya . . .
Tidak salah! Seandainya kepala Ibnu Zubeir telah diberikan sebagai hadiah bagi Hajjaj, dan Abdul Malik, maka kepala Nabi yang mulia yakni Yahya a.s., dulu juga telah diberikan sebagai hadiah bagi Salome, seorang wanita yang durjana dan hina dari Bani Israil .’ . . ! Sungguh, suatu tamsil yang tepat dan kata-kata yang jitu … !

Kemudian mungkinkah kiranya bagi Abdullah bin Zubeir akan melanjutkan hidupnya di bawah tingkat yang amat tinggi dari keluhuran, keutamaan dan kepahlawanan ini, sedang yang menyusukannya ialah wanita yang demikian corak bentuk­nya. . ?
Salam kiranya terlimpah atas Abdullah …
Dan kiranya terlimpah pula atas Asma’ . . .!
Salam bagi kedua mereka di lingkungan syuhada yang tidak pernah fana … !
Dan di lingkungan orang-orang utama lagi bertaqwa …


60 Sahabat Nabi: Abdullah bin Zubair, Seorang Tokoh Dan Syahid Yang Luar Biasa 60 Sahabat Nabi: Abdullah bin Zubair, Seorang Tokoh Dan Syahid Yang Luar Biasa Reviewed by Himam Miladi on September 29, 2014 Rating: 5

60 Sahabat Nabi: Salamah Bin Al Akwa', Pahlawan Pasukan Jalan Kaki

September 07, 2014

Puteranya Iyas ingin menyimpulkan keutamaan bapaknya dalam suatu kalimat singkat, katanya:
“Bapakku tak pernah berdusta … !” Memang, untuk men­dapatkan kedudukan tinggi di antara orang-orang shaleh dan budiman, cukuplah bagi seseorang dengan memiliki sifat-sifat ini! Dan Salamah bin al-Akwa’ telah memilikinya, suatu hal yang memang wajar baginya … !

Salamah salah seorang pemanah bangsa Arab yang terke­muka, juga terbilang tokoh yang berani, dermawan dan gemar berbuat kebajikan. Dan ketika ia menyerahkan dirinya menganut Agama Islam, diserahkannya secara benar dan sepenuh hati, hingga ditempalah oleh Agama itu sesuai dengan coraknya yang agung.

Salamah bin al-Akwa’ termasuk pula tokoh-tokoh Bai’atur Ridwan. Ketika pada tahun 6 H. Rasulullah saw. bersama para sha­habat berangkat dari Madinah dengan maksud hendak berziarah ke Ka’bah, tetapi dihalangi oleh orang-orang Quraisy, maka Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan kepada mereka bahwa tujuan kunjungannya hanyalah untuk berziarah dan sekali-kali bukan untuk berperang ….

Sementara menunggu kembalinya Utsman, tersiar berita bahwa ia telah dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Rasulullah lalu duduk di bawah naungan sebatang pohon menerima bai’at sehidup semati dari shahabatnya seorang demi seorang. Berceritalah Salamah:
“Aku mengangkat bai’at kepada Rasulullah di bawah pohon, dengan pernyataan menyerahkan jiwa ragaku untuk Islam, lalu aku mundur dari tempat itu. Tatkala mereka tidak berapa banyak lagi, Rasulullah bertanya: “Hai Salamah, kenapa kamu tidak ikut bai’at … !”
“Aku telah bai’at, wahai Rasulullah!” ujarku.
“Ulanglah kembali!” titah Nabi. Maka kuucapkanlah bai’at itu kembali”.
Dan Salaman telah memenuhi isi bai’at itu sebaik-baiknya. Bahkan sebelum diikrarkannya, yakni semenjak ia mengucapkan “Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, maksud bai’at itu telah dilaksanakan!
Kata Salamah: “Aku berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali, dan bersama Zaid bin Haritsah sebanyak Sembilan kali”.

Salamah terkenal sebagai tokoh paling mahir dalam pepe­rangan jalan kaki, dan dalam memanah serta melemparkan tombak dan lembing. Siasat yang dijalankannya serupa dengan perang gerilya, yang kita jumpai sekarang ini. Jika musuh datang menyerang, ia menarik pasukannya mundur ke belakang. Tetapi bila mereka kembali atau berhenti untuk beristirahat, maka diserangnya mereka tanpa ampun … !

Dengan siasat seperti ini ia mampu seorang diri menghalau tentara yang menyerang luar kota Madinah di bawah pimpinan Uyainah bin Hishan al-Fizari dalam suatu peperangan yang disebut perang Dzi Qarad. Ia pergi membuntuti mereka seorang diri, lalu memerangi dan menghalau mereka dari Madinah, hingga akhirnya datanglah Nabi membawa bala bantuan yang terdiri dari shahabat-shahabatnya.
Pada hari itulah Rasulullah menyatakan kepada para sha­habatnya: — “Tokoh pasukan jalan kaki kita yang terbaik ialah Salamah bin al-Akwa’ … !”

Tidak pernah Salamah berhati kesal dan merasa kecewa kecuali ketika tewas saudaranya yang bernama ‘Amir bin al­Akwa’ di perang Khaibar… .
Ketika itu ‘Amir mengucapkan pantun dengan suara keras di hadapan tentara Islam, katanya:
“Kalau tidak karena-Mu tidaklah kami ‘kan dapat hidayah. Tidak akan shalat dan tidak pula akan berzakat
Maka turunkanlah ketetapan ke dalam hati kami Dan dalam berperang nanti, teguhkanlah kaki-kaki kami”.
Dalam peperangan itu ‘Amir memukulkan pedangnya kepada salah seorang musyrik. Tetapi rupanya pedang yang digenggam­nya hulunya itu melantur dan terbalik hingga menghujam pada ubun-ubunnya yang menyebabkan kematiannya.
Beberapa orang Islam berkata: “Kasihan ‘Amir . .. ! Ia terhalang mendapatkan mati syahid!”

Maka pada waktu itu, yah, hanya sekali itulah, tidak lebih Salamah merasa amat kecewa sekali. Ia menyangka sebagai sangkaan shahabat-shahabatnya bahwa saudaranya ‘Amir itu tidak mendapatkan pahala berjihad dan sebutan mati syahid, disebabkan ia telah bunuh diri tanpa sengaja.

Tetapi Rasul yang pengasih itu, segera mendudukkan perkara pada tempat yang sebenarnya, yakni ketika Salamah datang kepadanya bertanya: “Wahai Rasulullah, betulkah pahala ‘Amir itu gugur …?’
Maka jawab Rasulullah saw.:
“Ia gugur bagai pejuang Bahkan mendapat dua macam pahala Dan sekarang ia sedang berenang Di sungai-sungai surga … !”

Kedermawanan Salamah telah cukup terkenal, tetapi ada hal yang luar biasa. Hingga ia akan mengabulkan permintaan orang termasuk jiwanya apabila permintaan itu atas nama Allah … !
Hal ini rupanya diketahui oleh orang-orang itu. Maka jika seseorang ingin tuntutannya berhasil, ia akan mengatakan ke padanya: “Kuminta pada anda atas nama Allah … !” Menge­nai ini Salamah pernah berkata: “Jika bukan atas nama Allah, atas nama siapa lagi kita akan memberi … ?”

Sewaktu Utsman r.a. dibunuh orang, pejuang yang perkasa ini merasa bahwa api fitnah telah menyulut Kaum Muslimin, ia seorang yang telah menghabiskan usianya selama ini berjuang bahu-mernbahu dengan saudara seagamanya, tak sudi berperang menghadapi saudara seagamanya.

Benar . . . ! Seorang tokoh yang telah mendapat pujian dari Rasulullah tentang keahliannya dalam memerangi orang­-orang musyrik, tidaklah pada tempatnya ia menggunakan ke­ahliannya itu dalam memerangi atau membunuh orang-orang Mu’min. Itulah sebabnya ia mengemasi barang-barangnya lalu meninggalkan Madinah berangkat menuju Rabdzah . . . , yaitu kampung yang dipilih oleh Abu Dzar dulu sebagai tempat hijrah dan pemukiman barunya.


Maka di Rabdzah inilah Salamah melanjutkan sisa hidupnya, pada suatu hari di- tahun 74 H., hatinya merasa rindu berkunjung ke Madinah. Maka berangkatlah ia untuk memenuhi kerinduan­nya itu. la tinggal di Madinah satu dua hari dan pada hari ketiga ia pun wafat …. Demikianlah, rupanya tanahnya yang tercinta dan lembut empuk itu memanggil puteranya ini untuk merangkul­nya ke dalam pelukannya dan memberikan ruangan baginya di lingkungan shahabat-shahabatnya yang memperoleh berkah bersama para syuhada yang shaleh ….
60 Sahabat Nabi: Salamah Bin Al Akwa', Pahlawan Pasukan Jalan Kaki 60 Sahabat Nabi: Salamah Bin Al Akwa', Pahlawan Pasukan Jalan Kaki Reviewed by Himam Miladi on September 07, 2014 Rating: 5

7 Karakter Komik Superhero Muslim Yang Inspiratif

August 23, 2014
Tak banyak yang tahu, dalam dunia imajinasi komik terdapat karakter-karakter yang beragama Islam. Dan karakter-karakter Muslim ini beraksi tidak hanya mengandalkan kekuatan super mereka saja, namun mereka juga tetap menunjukkan keislaman mereka dalam beraksi menghadapi kekuatan jahat. Dalam dua ikon komik terkenal, yakni Marvel Comic dan DC Comic, ada beberapa karakter komik yang selalu digambarkan taat menjalankan ibadah dan tak segan menunjukkan keislaman mereka. Mereka bahkan tidak maul untuk menunjukkan identitas kemusliman mereka. Mari kita simak kekuatan superhero dan kuatnya keislaman mereka dalam menghadapi kekuatan jahat.

1. Sooraya Qadir a.k.a Dust


Sooraya Qadir, atau yang dikenal dengan nama Dust, adalah seorang mutan perempuan Muslim Sunni kelahiran Afghanistan. Kekuatan mutannya adalah mengubah dirinya menjadi butiran pasir dan menggerakkan partikel-partikel pasir tubuhnya dengan kecepatan tinggi, hingga tahap dapat membuat badai pasir. Sooraya ditolong oleh Wolverine dan Fantomex dari perbudakan. Mereka menyelamatkan Sooraya ketika dia terpisah dari ibunya. Dia kemudian dikirim ke markas X-Corps di India.


Sooraya bergabung dengan sekolah X-Men dan menetap di Xavier Institute for Higher Learning. Ia aktif sebagai anggota New X-Men, kelompok mutan yang terdiri dari pelajar muda dari Xavier Institute. Di X-Mansion ia sekamar dengan Laura Kinney a.k.a X-23. Singkatnya, X-23 adalah clone dari Wolverine, hanya saja clone yang sukses yaitu X-23 lahir dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun Sooraya sekamar dengan salah satu perempuan paling berbahaya di dunia, ia tidak canggung menjalankan ibadah di hadapan Laura. Terkadang ia juga berdebat dengan Laura mengenai keimanannya terhadap Tuhan, karena Laura sebagai seorang clone adalah sosok yang ragu dengan keberadaan Tuhan. Sooraya dengan sabar menjelaskan kebiasaannya beribadah, berdoa kepada Allah, dan mengingat orang yang diberikan penjelasan adalah X-23, tentunya ini termasuk tindakan yang berani.
Saat ini Dust memutuskan untuk menetap di Utopia (X-Men yang dipimpin oleh Cyclops), di sini ia bergabung dan berlatih bersama X-Men Street Team.

2. Faizza Husain a.k.a Excalibur

Faiza Hussain adalah seorang dokter yang bekerja di ruang gawat darurat rumah sakit London. Saat terjadi invasi Skrull, ia terkena laser yang memberinya kekuatan untuk membongkar organ tubuh tanpa membunuh orang tersebut. Kekuatan ini sangat membantunya sebagaimana perannya sebagai seorang dokter.
Dalam aksinya, Faiza selalu ingat kepada Allah dan mendoakan perlindungan saat ia berusaha menyelamatkan nyawa orang. Belakangan Faiza terpilih sebagai pemegang Pedang Excalibur, melengkapi para pemegang benda pusaka Merlyn seperti Captain Brittain yang memegang Star Scepter, dan Black Knight yang memegang Ebony Blade.

3. Monet St. Croix a.k.a M
Monet St. Croix lahir di Sarajevo, Bosnia. Ia merupakan anak tertua dari empat bersaudara keluarga jutawan St. Croix. Ia dibesarkan sebagai gadis kaya yang manja dan sombong sebagai anak kesayangan. Seperti ibunya yang beragama Islam, Monet juga dibesarkan sebagai seorang Muslim.

Keempat St. Croix bersaudara ini merupakan mutan, dimana Monet memiliki berbagai kekuatan dari kemampuan tubuh super, healing factor, terbang dengan kecepatan suara, telekinetik, telepati, dan mampu merasakan aura mutan. Ia sempat bermasalah dengan saudaranya Mauris yang menjadi vampir lalu terperangkap dalam mahluk bernama Penance. Monet direkrut Banshee dan Emma Frost dalam tim Generation X. 
Monet selain berjuang dalam diskriminasi mutan, juga berjuang melawan diskriminasi umat Islam. Ia tidak ragu mengakui dirinya sebagai penganut agama Islam. Belakangan ia direkrut dalam tim X-Men bentukan Storm yang seluruhnya beranggotakan perempuan.


4. Monica Chang
Monica Chang adalah kepala Divisi Artificial Intelligence dari S.H.I.E.L.D. Dia bertugas menginterogasi Hank Pym setelah Pym menciptakan virus untuk menghancurkan Ultron, berkembang menjadi kecerdasan buatan sangat ganas yang dikenal sebagai Dimitrios. Bersama dengan Pym, ia mengumpulkan tim untuk memburu Dimitrios setelah dia melakukan beberapa serangan cyber di seluruh dunia. Tim ini dikenal dengan sebutan Avengers A.I.

Doombot juga merupakan anggota dari Avengers A.I. Pada dasarnya Doombot adalah prajurit robot buatan Dr. Doom yang memiliki A.I. berdasarkan Dr. Doom. Walaupun Dr. Doom yang ini ditanamkan protokol untuk patuh pada Pym dan Avengers A.I. lainnya, namun Doombot ini tetap keras kepala dan seangkuh Dr. Doom. Monica Chang pernah menunaikan shalat sebelum menjalankan misi dimana Doombot menunggunya. Doombot mempertanyakan maksud Monica untuk beribadah, karena ia merasa tidak perlu berdoa pada siapa pun. Monica Chang tidak ragu untuk menjelaskan mengapa ia menjalankan ibadah yang diyakininya, padahal “orang” yang dijelaskannya adalah robot yang seangkuh Dr. Doom.

Monica Chang masih memimpin Avengers A.I. yang khusus menangani masalah serangan dan gangguan A.I. di seluruh dunia.

5. Kamala Khan a.k.a Ms. Marvel

Kamala Khan adalah anak bungsu dari dua bersaudara keluarga tradisional Pakistan di New Jersey. Meskipun terikat akar tradisionalnya, Kamala adalah remaja Amerika yang unik. Ingin menjadi dirinya sendiri, tetapi juga masih ingin membuat keluarganya bangga. Selama beberapa tahun, Kamala adalah fans berat superhero terutama Carol Danvers yang kini menjadi Captain Marvel.

Pada sebuah pesta SMA, Kamala memutuskan untuk mencoba berbaur dengan “teman gaul” dimana Kamala menyadari bahwa itu tidak cocok dengannya. Dia meninggalkan pesta tiba-tiba dan dalam perjalanan pulang ia terselimuti oleh Terrigen Mists yang lepas saat event Infinity. Hal ini mengungkapkan bahwa Kamala merupakan keturunan dari Inhumans. Setelah Kamala Khan terbebas dari kepompong Inhuman, ia memiliki kekuatan baru antara lain shapeshifter, healing factor, dan elastisitas.

Walaupun ia terkejut dengan kekuatan barunya, Kamala ingin memanfaatkan kekuatan ini untuk kebaikan. Berlandaskan pengetahuan agamanya yang tertanam dari lingkungan keluarganya, Kamala kini beraksi dengan menggunakan identitas superhero yang ia gemari, yaitu sebagai Ms. Marvel.

6. Simon Baz a.k.a Green Lantern
Simon Baz adalah orang imigran keturunan Lebanon-American yang hidup di Dearborn, Detroit. Setelah masa krisis finansial menimpa Detroit, kota itu menjadi kota yang sering terjadi kriminalitas. Simon dipecat dari pekerjaannya. Karena frustrasi, ia terjerumus ke dunia pencurian kendaraan bermotor. Suatu saat, ia mencuri truk yang salah, karena truk yang ia curi berisi bom yang ditujukan untuk tindakan teroris. Dan tiba-tiba saja, keberaniannya untuk menggagalkan usaha terorisme itu membuat ia dipilih oleh cincin yang biasa dimiliki para penjaga keamanan galaksi. Sejak saat itu, Simon Baz menjadi Green Lantern yang baru.
Selain menjadi Green Lantern, Simon Baz juga pernah menjadi White Lantern. White Lantern dapat membuat cahaya putih yang memiliki kekuatan kehidupan. Tidak banyak orang yang bisa menguasai White Lantern ini, dan kemampuan Simon Baz ini membuat para Green Lantern yakin bahwa Simon Baz bukanlah Green Lantern sembarangan.


7. Bilal Asselah a.k.a Nightrunner


Bilal Asselah, pemuda keturunan Perancis-Aljazair dibesarkan oleh ibu tunggal nya di pinggiran Paris, Perancis. Meskipun hidup damai, pada hari ulang tahun ke-16 Bilal, ia dan temannya Aarif tertangkap di tengah protes Perancis-Muslim, dan dipukuli tanpa ampun oleh kepolisian. Setelah mereka berdua sembuh, Aarif memberi Bilal hadiah berupa lagu musik Leni Urbana, lagu khas Muslim di Perancis. Malam itu Aarif tewas oleh polisi setelah ia membakar sebuah pos polisi. Setelah mendengar kematian temannya, dia menyatakan bersimpati dengan para pemrotes, dan menemukan jati dirinya dalam kelompok atlet parkour di lingkungannya. Dalam rangka untuk membantu perjuangan kaumnya, Bilal memutuskan untuk menjadi jagoan bertopeng yang beraksi di luar hukum, dengan sebutan Nightrunner.

Batman dan Nightwing melihat bakat pada Bilal dan merekrutnya menjadi perwakilan Batman Incorporated di Paris, Perancis. Dengan perbekalan gadget canggih dan pelatihan bela diri, Nightrunner menjadi salah satu keluarga Batman mewakili Perancis.








7 Karakter Komik Superhero Muslim Yang Inspiratif 7 Karakter Komik Superhero Muslim Yang Inspiratif Reviewed by Himam Miladi on August 23, 2014 Rating: 5

Jika Anak Bertanya "Allah itu siapa"? Jawablah:...........

August 22, 2014
Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, anak-anak menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (Mudah-mudahan potensi ini tidak berakhir ketika dewasa dan malah berubah menjadi pribadi-pribadi “tak mau tahu” alias ignoran, hehehe).

Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH. Berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi min zalik, ya…

Berikut ini saya ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa anak-anak tanyakan pada orang tuanya:
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Tanya 2: “Bu, Bentuk Allah itu seperti apa?”
Tanya 3: “Bu, Kenapa kita gak bisa lihat Allah?”
Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana?”
Tanya 5: “Bu, Kenapa kita harus nyembah Allah?”


Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Jawablah:
“Nak, Allah itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk menciptakan nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

Tanya 2: “Bu, bentuk Allah itu seperti apa?”
Jangan jawab begini:
“Bentuk Allah itu seperti anu ..ini..atau itu….” karena jawaban seperti itu pasti salah dan menyesatkan.

Jawablah begini:
“Adek tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa yang akan kamu sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

فَاطِرُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬ا‌ۖ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِ‌ۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬‌ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)

[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
[baca juga Melihat Tuhan]

Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?“
Jangan jawab begini:
Karena Allah itu gaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Jawaban bahwa Allah itu gaib (semata), jelas bertentangan dengan ayat berikut ini.
Al-Hadid (57) : 3

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dikhawatirkan, imajinasi anak yang masih polos akan mempersamakan gaibnya Allah dengan hantu, jin, malaikat, bahkan peri dalam cerita dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa Allah itu nyata senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak terbantahkan.

Apalagi jika kita menggunakan diksi (pilihan kata) “barang” dan “sesuatu” yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah jelas dalil Surat Asy-Syura di atas bahwa Allah itu laysa kamitslihi syai’un; Allah itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta segala sesuatu.

Meskipun segala sesuatu berasal dari Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi Allah itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af’al. Diri Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi Muhammad Saw. sekali pun. Hanya Allah yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap sampai akhir zaman di dunia dan di akhirat.

إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (١٦) مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ (١٧)

[Muhammad melihat Jibril] ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula] melampaui-Nya. (Q.S. An-Najm: 16-17)
{ini tafsir dari seorang arif billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}

Jawablah begini:
“Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?”
Bisa kita jawab dengan balik bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris)
“Adik bisakah nampak matahari yang terang itu langsung? Tidak ‘kan..karena mata kita bisa jadi buta. Nah,melihat matahari aja kita tak sanggup. Jadi,Bagimana kita mau melihat Pencipta matahari itu. Iya ‘kan?!”

Atau bisa juga beri jawaban:
“Adek, lihat langit yang luas dan ‘besar’ itu ‘kan? Yang kita lihat itu baru secuil dari bentuk langit yang sebenarnya. Adek gak bisa lihat ujung langit ‘kan?! Nah, kita juga gak bisa melihat Allah karena Allah itu Pencipta langit yang besar dan luas tadi. Itulah maksud kata Allahu Akbar waktu kita salat. Allah Mahabesar.”

Bisa juga dengan simulasi sederhana seperti pernah saya ungkap di postingan “Melihat Tuhan”.
Silakan hadapkan bawah telapak tangan Adek ke arah wajah. Bisa terlihat garis-garis tangan Adek ‘kan? Nah, kini dekatkan tangan sedekat-dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat setelah itu?

Kesimpulannya, kita tidak bisa melihat Allah karena Allah itu Mahabesar dan teramat dekat dengan kita. Meskipun demikian, tetapkan Allah itu ADA. “Dekat tidak bersekutu, jauh tidak ber-antara.”

Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana?”
Jangan jawab begini:

“Nak, Allah itu ada di atas..di langit..atau di surga atau di Arsy.”
Jawaban seperti ini menyesatkan logika anak karena di luar angkasa tidak ada arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu jika Allah ada di langit, apakah di bumi Allah tidak ada? Jika dikatakan di surga, berarti lebih besar surga daripada Allah…berarti prinsip "Allahu Akbar" itu bohong? [baca juga Ukuran Allahu Akbar]

ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِ‌ۚ
Dia bersemayam di atas ’Arsy. <– Ayat ini adalah ayat mutasyabihat, yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat mutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.

Juga jangan jawab begini:
“Nak, Allah itu ada di mana-mana.”
Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Allah itu banyak dan terbagi-bagi, seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.

Jawablah begini:
“Nak, Allah itu dekat dengan kita. Allah itu selalu ada di hati setiap orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Allah selalu ada bersamamu di mana pun kamu berada.”
[baca juga Mulai Saat Ini Jangan Sebut-sebut Lagi Yang Di Atas]

“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (Hadis)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.(Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)

وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡ‌ۚ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)

وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)

“Allah sering lho bicara sama kita..misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Allah untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

وَٱللَّهُ يَهۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah: 213)

Tanya 5: “Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?”
Jangan jawab begini:
“Karena kalau kamu tidak menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau kamu menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke surga.”

Jawaban seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Allah bahkan menjadi benih syirik halus (khafi). Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena menurut akal mereka,”Masak sama Allah kayak dagang aja! Yang namanya Allah itu berarti butuh penyembahan! Allah kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!”

“Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)

Jawablah begini:
“Nak, kita menyembah Allah sebagai wujud bersyukur karena Allah telah memberikan banyak kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk kesenangan kita.

Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru.”
(Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam. (Q.S. Al-Ankabut: 6)
[baca juga Mengapa Allah Menciptakan Makhluk?]

Katakan juga pada anak:

“Adek mulai sekarang harus belajar cinta sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?!” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)

“Kenapa, Bu?”

“Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian karena Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-temanmu.”

Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).

Allahu a’lam.
Jika Anak Bertanya "Allah itu siapa"? Jawablah:........... Jika Anak Bertanya "Allah itu siapa"? Jawablah:........... Reviewed by Himam Miladi on August 22, 2014 Rating: 5
Powered by Blogger.