Kisah Dua Pengemis

January 21, 2014

Syahdan, ada dua pengemis yang datang pada seseorang. Pengemis yang satu sangat bersih perawakannya, ramah serta menyayangi tuan rumah, tetapi yang lainnya menjijikan.
Sang tuan rumah berkata pada pelayannya, “cepat berikan sekerat roti kepada lelaki menjijikan itu hingga dia pergi dari rumah kita secepat mungkin.” Dan untuk pengemis satunya, katakan kepadanya bahwa roti kita belum dibakar dan dia mesti menunggu sampai roti itu siap.”

Kisah di atas disampaikan oleh ulama sufi besar, Jalaludin Rumi, dan anda dapat temui kisahnya dalam kitab “Fihi Ma Fihi” pada hikmah kesepuluh.

Sejatinya Rumi sedang menyidir kita. Kita yang selama ini selalu tergesa dalam berdoa. Kita yang selama ini bergembira takkala dikabulkan, tetapi bermuram durja saat tak dikabulkan.
Rumi ingin menyindir kita, agar kita jangan terburu bahagia takkala permintaan kita diwujudkan oleh Tuhan, sebab jangan2 anda-lah pengemis buruk di mata Sang Tuan Rumah, yaitu Tuhan. Sebaliknya, bagi kita yang belum diwujudkan permintaannya, diharap sabar, sebab, seperti kata Rumi, roti bagi anda telah disipakan, dan anda adalah pengemis yang bersih serta mencintai Sang Tuan Rumah.

Jadi terserah kita apakah ingin menjadi pengemis yang baik atau yang buruk. Silahkan anda menilai diri anda sendiri, sejauh mana kiranya anda telah berbaik sangka kepada Tuhan?.
Kisah Dua Pengemis Kisah Dua Pengemis Reviewed by Himam Miladi on January 21, 2014 Rating: 5

AA Navis Dan Haji Saleh Menyentil Perilaku Ritual Ibadah Kita

January 21, 2014


Membaca novel religi “robohnya surau kami” bak membaca perilaku sebagian umat Islam tanah air. Bagaimana dengan cerdasnya AA Navis menciptakan tokoh H. Saleh sebagai gambaran dari realita kebanyakan umat Islam saat ini.

Digambarkan tokoh H. Saleh ialah tokoh yang religious dalam ritual (baca: Ibadah kepada Tuhan), tetapi kurang religious dalam sosial. Hari2-nya disibukkan dengan shalat, puasa sunnah, wirid dan baca Alquran. Sementara kemiskinan terhampar jelas di sekitarnya. Dan H. Saleh tak peduli dengan semua itu.

Kita banyak menemukan sosok individu seperti H. Saleh. Bukan tak mungkin H. Saleh adalah anda sendiri. Anda yang tekun dalam melaksanakan ritual saleh, tetapi melupakan ritual sosial.
Anda sibuk dengan ibadah kepada Tuhan, tetapi anda melupakan Ibadah kepada makhluk Tuhan. Anda boleh saja tertalar Alquran, tetapi anda tak mengamalkan nilai2 yang dikandung oleh Alquran.

Ketika agama menyuruh kita bersujud, sesungguhnya Tuhan ingin agar sujud tercermin dalam perilaku kita sehari-hari, yaitu merasa diri rendah. Takkala agama menyuruh kita berpuasa, sebenarnya agama menyuruh kita agar memiliki rasa keprihatinan terhadap sesama yang kurang mampu.

Seorang Rumi pernah mengatakan, bahwa Tuhan tak akan kalian temui di dalam masjid. Ucapan Rumi ini selaras dengan perkataan Bunda Teresa yang menyatakan “Tuhan hanya bisa ia temui saat mengusap orang2 yang kelaparan”.

Perkataan Rumi ini bukan menggampangkan syariat. Tapi Rumi menekankan agar ada keselarasan antara ritual saleh dengan ritual sosial. Seseorang, apapun agamanya, jangan pernah berharap surga Tuhan, bila ia tak memiliki keseimbangan perilaku, antara saleh dan sosial. Dan AA Navis dengan cerdasnya menangkap pesan Rumi ini, untuk Ia tuangkan ke dalam sebuah novel Religi “Robohnya Surau Kami”.

Bukankah Ali Syariati pada buku Haji-nya pernah berkata, “jika kita mengamati seluruh isi Alquran, niscaya kita akan menemukan bahwa yang terbanyak ialah penekanan pada kemanusian”. Dengan kata yang lain, Syariati menegaskan: Alquran 80 persen-nya berisi ritual sosial.
Rasulullah Muhammad SAW pun menegaskan, “Khoirun Nas Angfauhum Lin Nas”. Manusia yang terbaik ialah yang paling memberi manfaat kepada manusia lainnya. Beberapa hadist Nabi pun menegaskan betapa pentingnya ritual sosial yang harus diselaraskan dengan ritual ibadah individual. 

Sabda Nabi, “Aku sedang salat dan aku ingin memanjangkannya, tetapi aku dengar tangisan bayi, aku pendekkan salatku, karena aku menyadari kecemasan ibunya dengan tangisan anaknya” (HR. Bukhari & Muslim).

Dalam hadits lain juga Rasulullah mengingatkan para imam agar memperpendek salatnya bila di tengah jamaah ada orang yang sakit, orang lemah, orang tua, atau orang yang mempunyai keperluan.
Dengan hadits ini bisa kita simpulkan, bila ibadah individual bersamaan waktunya dengan urusan ibadah sosial yang penting, maka ibadah individual boleh diperpendek atau ditangguhkan, walaupun bukan untuk ditinggalkan.

Ibadah yang mengandung aspek sosial kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat individual perseorangan. Karena itu, salat jamaah lebih tinggi nilainya daripada salat munfarid (sendirian) dua puluh tujuh derajat menurut riwayat yang sahih dalam hadits Bukhari, Muslim.
Bila ibadah individual batal, maka tebusannya ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan ibadah sosial. Contohnya, bila puasa tidak mampu dilakukan, maka menunaikan fidyah, yaitu memberi makanan bagi orang miskin harus dibayarkan.

Namun sebaliknya, bila kita melanggar ibadah sosial, maka aspek ibadah individualnya tidak bisa menutupinya. Yang merampas hak orang lain tidak dapat menghapus dosanya dengan salat tahajud. Orang-orang yang melakukan kezaliman tidak hilang dosanya dengan hanya membaca zikir atau wirid seribu kali.
Bahkan Rasulullah menegaskan bahwa ibadah individual tidak akan bermakna bila pelakunya melanggar norma-norma kesalehan sosial. “Tidak beriman kepadaku orang yang tidur kenyang, sementara tetangganya kelaparan”, Dan tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturahim”, demikian peringatan beliau.
Sedangkan dalam Al-Quran, orang-orang yang salat akan celaka, bila ia menghardik anak yatim, tidak memberi makan orang-orang miskin, riya dalam amal perbuatan, dan tidak mau memberikan pertolongan kepada orang-orang lemah (Surat Al-Ma’un).

Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal kebajikan dalam bidang sosial kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. Dalam hubungan ini, kita menemukan hadits yang senada yaitu, “Orang-orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang-orang miskin, adalah seperti pejuang di jalan Allah, dan seperti orang yang terus menerus salat malam dan terus menerus puasa” (HR. Bukhari & Muslim).
Nash-nash tersebut menunjukkan dengan transparan bahwa amal-amal kebajikan yang bersifat sosial kemasyarakatan, seperti menyantuni kaum fakir miskin, meringankan penderitaan orang lain, dan berusaha menuntut ilmu pengetahuan, mendapatkan ganjaran pahala yang lebih besar ketimbang ibadah-ibadah sunnah. Jadi dalam ajaran Islam, ibadah sosial memiliki nilai kemuliaan yang jauh lebih tinggi, besar, dan mulia ketimbang ibadah individual.

Tokoh Shaleh dalam “Robohnya Surau Kami” adalah cermin kebanyakan masyarakat kita yang cencerung mengutamakan keshalehan individu dan meninggalkan keshalehan sosial…

Jadi, sudahkah kita memberi manfaat kepada sesama makhluk Tuhan? Apapun manfaatnya, baik lidah, tangan maupun tindakan. Sehingga Nabi SAW dalam satu hadistnya pernah menegaskan: “Tidak akan masuk surga orang yang tidur nyenyak sementara tetangganya kelaparan di tengah malam”. Sudahkan anda memberi manfaat?

AA Navis Dan Haji Saleh Menyentil Perilaku Ritual Ibadah Kita AA Navis Dan Haji Saleh Menyentil Perilaku Ritual Ibadah Kita Reviewed by Himam Miladi on January 21, 2014 Rating: 5

Ketika Umat Mulai Men-Tuhan-kan Agama

January 21, 2014

Ketika Nabi Saww wafat, banyak sahabat yang tak mempercayainya. Mereka sangat terpukul hingga seakan tak bisa menerima kenyataan. Hiruk pikuk pendapat saling bertebaran seiring dengan hilir mudiknya para sahabat ketika itu.

Kondisi ini berlanjut demikian, hingga datanglah sahabat Umar Ibn Khatab Ra. Beliau berkata: “Barang siapa yang me-Nuhan-kan Nabi, Ketahuilah bahwa Ia telah wafat. Tetapi barang siapa yang me-Nuhan-kan Allah, sesungguhnya Allah tidak akan pernah mati”. Kurang lebih demikian pernyataan Umar Ra.

Pernyataan Umar ini selaras dengan pernyataan seorang sufi besar, Ibrahim Ibn Adham yang menyatakan, bahwa siapa saja yang bertuhan selain kepada Allah, sesungguhnya ia telah lepas dari tauhid”.
Kita tidak cukup gila untuk menyembah kepada selain Tuhan. Tetapi, bagaimana bila kita me-Nuhan-kan agama?.

Ada kecenderungan sebagian individu yang me-Nuhan-kan agama. Mereka biasanya berpegang teguh kepada penafsirannya terhadap teks agama. Sehingga terciptalah dikotomi hitam-putih bagi mereka. Tentu saja ia dan kelompoknya yang putih, sementara kelompok lainnya ialah hitam.

Bagi saya, mereka telah me-Nuhan-kan teks (baca: agama). Andaikata mereka tidak me-Nuhan-kan teks, tentu mereka akan menghargai serta menerima perbedaan pendapat di luar pendapat mereka.

Coba cermati bagaimana perkataan Umar yang memberi indikasi bahwa Beliau tak ingin me-Nuhan-kan Nabi Saww. Sahabat Umar merujuk kepada ayat Alquran yang lainnya, yaitu bahwa Nabi ialah manusia biasa. Ia bukan Tuhan yang tak pernah wafat.
Teks agama-pun demikian. Ia bukanlah Tuhan. Sehingga jika kita bertemu satu ayat, kita langsung hantam kromo terhadap pihak yang tak sependapat dengan kita.
Bagi saya, teks kitab suci itu fleksibel, dan ia saling berkaitan, Jika kita berpegang kepada satu teks tanpa memperhatikan teks lainnya, maka inilah yang saya maksud dengan: kita telah me-Nuhan-kan agama.

Kita lupa bahwa Tuhan memang berkehendak kita beda. Dalam Alquran sendiri, Allah berfirman: ” Wa Law Sya Allah La Ja’alakum Ummah Wahidah”. Jika Allah berkehendak, niscaya kita akan dijadikan satu umat. Tentu makna umat ini sangat luas sekali.
Umat bisa dimaknai dengan satu agama, ras dan suku bangsa. Umat juga bisa dimaknai dengan pemikiran atau pemahaman kita terhadap agama.

Jadi jika ada kelompok yang memaksakan pendapat, atau ingin umat ini seragam dengan mereka. Ketahuilah mereka tidak me-Nuhan-kan Tuhan. Tetapi mereka me-Nuhan-kan agama.
Sebab anadai mereka me-Nuhan-kan Tuhan, niscaya mereka akan menghargai kehendak Tuhan yang ingin kita berbeda. Dengan tujuan agar kita bisa mengambil hikmah dari seluruh perbedaan yang ada sehingga kita bisa me-Nuhan-kan Tuhan dengan arti yang hakiki dan bukan semu.

sumber: kompasiana
Ketika Umat Mulai Men-Tuhan-kan Agama Ketika Umat Mulai Men-Tuhan-kan Agama Reviewed by Himam Miladi on January 21, 2014 Rating: 5

Keparat Kamu Hai Usamah!........

January 18, 2014

Dua tahun sebelum Rasulullah SAW wafat, beliau mengirim pasukan besar dalam sebuah ekspedisi untuk menghadapi sebagian orang-orang musyrik yang menentang islam dan menyerang kaum muslimin. Dalam ekspedisi ini, pasukan kaum muslimin meraih kemenangan, dan beritanya terlebih dulu sudah diterima oleh Rasulullah, hingga menyebabkan beliau gembira dan bahagia. Dengan penuh kebanggaan, pimpinan pasukan tersebut menghadap Rasulullah dan Nabi kemudian berkata, ” Cobalah ceritakan kepadaku……”

Pimpinan pasukan kemudian bercerita, “Saya katakan pada Rasulullah, bahwa tatkala orang-orang itu mengalami kekalahan, saya menemui seorang laki-laki dan kepadanya saya acungkan tombak. Ia mengucapkan La Ilaha Illallah, maka saya tusuk ia hingga tewas…………”

Wajah Rasulullah tiba-tiba berubah, ujarnya, “Keparat kamu hai Usamah………….! Betapa tindakanmu terhadap orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah?”
Rasulullah selalu mengulangi ucapannya tersebut pada sang kepala pasukan, hingga ia serasa ingin mengakhiri semua perbuatan yang telah ia lakukan sebelumnya. Lalu, mulai saat itu, sang kepala pasukan memulai lembaran baru kehidupan islamnya. “Maka demi Allah ! Tidak………! Saya takkan membunuh lagi seorang yang mengucapkan La ilaha Illallah, setelah mendengar kata-kata Rasulullah tersebut…………..”

Siapakah pimpinan pasukan yang dinasehati secara keras oleh Rasulullah tadi. Dialah Usamah bin Zaid, putera dari Zaid  bin Haritsah, pelayan Rasulullah.

Suatu ketika, Umar bin Khattab, diprotes oleh puteranya Abdullah bin Umar terkait pembagian uang perbendaharaan negara kepada para sahabat Nabi. Ketika dilihat bagiannya lebih kecil daripada bagian Usamah, Ibnu Umar kemudian bertanya pada ayahnya, “Kenapa ayahanda lebih mengutamakan Usamah daripada ananda, padahal ananda mengikuti Rasulullah dalam peperangan yang tidak diikuti oleh Usamah?” Jawab Umar, ” Usamah lebih dicintai Rasulullah daripadamu,…….sebagaimana ayahnya dulu lebih disayanginya daripada ayahmu………….!” Itulah penggambaran Umar, untuk menghormati sosok Usamah bin Zaid.
Pelajaran yang berharga dari Rasulullah itulah yang kemudian menjadi pegangan Usamah, tatkala terjadi keributan besar antara Imam Ali dan anak buahnya di satu pihak, dengan Mu’awiyah serta pengikutnya di pihak yang lain. Usamah mengambil sikap tidak memihak secara mutlak. Masih tergambar secara jelas di benak Usamah, betapa Rasulullah sangat marah terhadap tindakannya, yang terlanjur membunuh seseorang yang sudah mengucapkan La Ilaha Illallah, padahal mungkin saja orang itu mengucapkannya sebagai siasat semata. Pelajaran inilah yang dipegang oleh Usamah sampai titik terakhir.

Nah, bila seseorang yang dalam keadaan demikian saja Rasulullah melarang untuk membunuhnya, bagaimana terhadap orang-orang yang betul-betul beriman dan betul-betul beragama Islam?


sumber : buku Rijal Haular Rasul: Khalid Muhammad Khalid

Keparat Kamu Hai Usamah!........ Keparat Kamu Hai Usamah!........ Reviewed by Himam Miladi on January 18, 2014 Rating: 5

Allah Sang Maha Sutradara (Inspirasi Dari Kisah Hidup Putri Herlina & Reza Hilyard Somantri)

January 15, 2014
http://saptuari.blogspot.com/2013/10/tuhan-maha-sutradara.html
Jika anda menjadi cowok yang dikaruniai wajah ganteng, fisik yang sempurna, serta kekayaan materi yang berlebih dan darah keturunan yang berbobot, tentulah anda akan mengharapkan untuk mendapatkan jodoh yang sepadan. Gadis berwajah cantik, fisik yang sempurna pula, dan dari keluarga baik-baik. Itu sudah sangat biasa. Yang luar biasa adalah jika ada laki-laki seperti itu, kemudian dengan rela dan penuh cinta kasih menikahi seorang gadis cacat, tanpa kedua tangan. Dan laki-laki luar biasa itu adalah Reza Hilyard Somantri, putra mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Maman Husein Somantri. Sungguh, kekaguman yang luar biasa dan tulus patut kita haturkan pada pemuda yang satu ini, beserta keluarganya.
Terlahir dari keluarga yang sangat mapan, tentunya banyak yang mengira keluarga Bapak Maman Husein Somantri akan mengharapkan putranya tersebut mendapatkan jodoh yang sepadan. Namun, siapa yang menyangka jika kemudian sang putra lebih memilih melabuhkan hatinya pada seorang gadis cacat dari sebuah panti asuhan! Inilah bukti kebesarang Tuhan, Sang Maha Sutradara.

Kisah percintaan dan pernikahan bak kisah di negeri dongeng ini diwartakan dengan sangat baiknya oleh mas Saptuari Sugiharto dalam blognya JADI MANUSIA APA ADANYA. Dialah yang menemukan Putri Herlina di Panti Asuhan Yayasan Sayap Ibu dan mengangkat kisahnya, hingga kemudian oleh Tuhan Sang Maha Sutradara dipertemukan dengan laki-laki luar biasa tersebut, Reza Hilyard Somantri.

Dalam pengantar cerita di blognya, mas Saptuari menuliskan sebuah pengantar "“sesuatu yang kau anggap baik belum tentu baik di depan Tuhan, juga sesuatu yang kau anggap buruk belum tentu buruk di depan-Nya. Karena Dialah sutradara terhebat sesungguhnya..”

Dan kata pengantar mas Saptuari itu kemudian dikejawantahkan dalam sebuah kisah nyata yang mengharukan, serta penuh inspirasi. (untuk membaca kisah lengkap Putri Herlina, silahkan meluncur ke blog mas Saptuari yang saya sertakan dalam link diatas).

Bagi saya, kekaguman yang paling besar patut ditujukan pada sosok Reza Hilyard Somantri, keluarga besarnya serta tentu saja pada Putri Herlina itu sendiri. Jiwa besar dan keikhlasan Putri Herlina menerima diri apa adanya ditunjukkannya ketika ditanya mas Saptuari perihal cacat tubuhnya,
“kamu kalo lagi jalan keluar malu gak Put dilihat orang-orang?”
“kadang risih sih mas dilihatin, tapi gimana lagi emang kondisiku begini. Allah pasti memberikan kelebihan untukku dibalik kekuranganku. Dulu waktu aku masih jaga di Panti 1 di Gejayan,  kalo aku mau pulang ke Panti 2 di Kalasan aku naik bis trans Jogja, cuek aja jalan sendiri, pas di bus ngambil ongkos ya aku buka tasku pakai kaki, pada ngeliatin gakpapa, yang penting aku tunjukin kalo aku bisa..”

Lihatlah, betapa Reza Hilyard Somantri, putra petinggi Bank Indonesia itu mau menerima Putri Herlina apa adanya. Semenjak membaca kisah Putri di blog mas Saptuari, Reza (yang dengan kehendak Tuhan hatinya digerakkan untuk menyukai Putri Herlina), dengan penuh rendah hati mau menerima Putri Herlina apa adanya. Meski putra seorang yang kaya raya dan berpengaruh, Reza tak pernah menampilkan kekayaan materinya ketika dia mulai rutin datang ke panti asuhan tempat tinggal Putri. Sikapnya pun penuh andhap asor dan sangat menghargai wanita khususnya Putri sendiri yang mempunyai cacat fisik. 

Lihatlah pula betapa agung dan luas hati keluarga besar Bapak Maman Husein Somantri, ketika akad nikah antara putranya dengan Putri Herlina berlangsung di sebuah gedung mewah. Mas Saptuari melukiskan suasana itu dengan begitu indah dan ketika membacanya pun, tak terasa hati ini ikut larut dalam keharuan.....



"Ruangan di Balai Sinta itu penuh haru, ketika Reza Somantri dengan tegas mengucapkan ikrarnya, menerima Putri Herlina secara sah menjadi istrinya.
Banjir airmata dari para tamu yang hadir, ibunda Reza tak henti-henti mengusap matanya, tamu yang hadir, seorang bapak di sudut dengan sapu tangan di wajahnya. Tak terkecuali kameramen dan fotografer dengan mata berkaca-kaca yang mengabadikan moment itu dengan penuh takjub tak berkesudahan.

Hari ini Allah membuktikan janjinya, derajat seseorang yang lahir di dunia dengan segala keterbatasan dan kekurangan diangkat tinggi di depan manusia lainnya. Kisahnya menginspirasi banyak orang yang lahir dengan sempurna, dengan limpahan harta dan kasih sayang orang tuanya.

Ketika prosesi sungkeman, ibunda Reza memeluk anaknya begitu lama, dengan terbata-bata seperti tak berkesudahan, menjadi pemandangan yang sangat mengharukan, seperti berkata:
“wahai anakku, engkaulah lelaki itu.. engkaulah yang dipilih Allah untuk menemani wanita luar biasa ini. Engkaulah yang Allah percaya duduk, berdiri, berjalan disampingnya selamanya. Jadikan ini sebagai ibadahmu, pahala tak berkesudahan hingga akhir hayatmu..”
ketika aku memotret ini, suara isak tangis ibu-ibu disamping kanan kiriku tak terhenti......"

Ya Rabb, betapa agung dan indah nian kata-kata sang Ibunda. Sungguh, kata-kata sang Ibunda tersebut mampu membuktikan, bahwa Engkaulah sesungguhnya Sang Maha Sutradara. Bagi-Mu, sangat mudah membolak-balikan hati seseorang, melunakkan hati sekeras apapun, jika Engkau sudah berkehendak.. Kun Fa Yakun begitu mudahnya skenario cantik dan indah terjadi di depan mata.
Apapun kondisinya…
Apapun halangannya…
Akan sangat mudah bagiNya...

Akhir kata, tulisan penutup dari mas Saptuari sungguh tepat untuk menggambarkan kisah yang sangat indah ini.


Allah yang Maha Penyayang seperti mengirim sebuah pesan lewat kisah ini, jangan pernah berputus asa pada rahmat-Nya. Dialah yang berkuasa atas segalanya, Dialah sang Maha Pengatur hidup seluruh umatnya.. Dia sang Maha Sutradara..

Bagi yang nyaris putus asa, disakiti orang yang dicintai, itulah bukti rahmat Allah padamu, Dia mengirim pesan bawah orang itu bukan yang terbaik untukmu. Allah yang akan mengirimkan penggantinya.. seseorang yang jauh lebih baik untukmu. Jemputlah dan dekatkan dengan doa yang tak pernah putus, ibadah yang tak pernah lalai.. dekati terus Allah yang Maha Mengatur..

Bagi yang sudah menikah belum dikaruniai anak, teruslah berdoa tiada putus. Dialah sang pemilik pabrik anak keturunan, bukan dokter kandungan. Allah lah yang mengatur kehadiran anak-anak manusia lewat waktu terbaik yang ditentukannya. Tiap keluarga punya takdir sendiri, waktu terbaik Allah yang tahu dan memiliki..

Bagi yang punya masalah tak berkesudahan, coba interopeksi.. jangan-jangan engkau punya masalah dengan Dia Pemilik Kemudahan. Sholat sering bolong, atau gak pernah tepat waktu, durhaka pada orang tua, gak mau sedekah. Berubahlah, agar Allah yang akan datang membereskan masalahmu dari jalan yang tidak disangka-sangka. Ketika engkau punya masalah, selama yang kau cari solusi maka akan capek sendiri. Carilah Allah yang Maha Pemilik Solusi, dekati dia, maka dia akan hadirkan solusi-solusi dari masalahmu..

Dialah Sang Maha Sutradara, yang mengatur setiap pertemuan manusia menjadi sebuah hikmah yang luar biasa. 

Masihkah kita tidak percaya? Bahwa Dialah sang Maha Sutradara yang selama ini kita lupakan...





Allah Sang Maha Sutradara (Inspirasi Dari Kisah Hidup Putri Herlina & Reza Hilyard Somantri) Allah Sang Maha Sutradara (Inspirasi Dari Kisah Hidup Putri Herlina & Reza Hilyard Somantri) Reviewed by Himam Miladi on January 15, 2014 Rating: 5

Mengenal Posisi Pemain Sepakbola Yang Masih Asing Di Telinga

January 11, 2014

Dalam dunia sepak bola, taktik menjadi elemen penting bagi sebuah tim untuk meraih kemenangan dalam sebuah pertandingan. Selama ini kita mengenal, istilah seperti striker, midfielder, defenderdan goalkeeper, sebagai istilah untuk menunjukkan posisi pemain dalam sebuah formasi tim sepkabola. Namun, selain istilah-istilah umum tersebut, sebenarnya ada istilah untuk beberapa posisi pemain yang masih asing di telingan kita, dan keberadaannya pun semakin langka.

1. Sweeper Keeper.

Overall, tugasnya sama seperti kiper biasa. Tetapi dalam pengaplikasian di lapangan, kiper dengan posisi seperti ini cenderung agak menyerang. Dia akan berani lebih kedepan, mencoba keluar dari zona area kiper bila ada bola lawan yang berhasil lolos dari zona pertahanannya dan ia akan langsung menyapu bola tersebut. Tidak asal sapu, tetapi dia akan lebih mencoba melakukan umpan panjang kedepan, sehingga tim-nya dapat langsung melakukan counter attack. Tetapi posisi seperti ini agak riskan, sebab sedikit saja blunder. sedikit saja dia lamban menghalau bola, akan fatal akibatnya. Dan selain itu dia juga harus pintar membaca permainan dimana harus keluar sarang . Contohnya adalah Hugo lloris , Victor Valdes dan Manuel Neuer. Dan tentu saja kiper legendaris dan fenomenal asal Kolombia, Rene Higuita.

2. Libero
Tugasnya hampir sama dengan defender biasa, Hanya saja seorang Libero diberikan kewenangan lebih ketika menguasai bola. Ketika bertahan, dia akan berada di belakang 2 central defender layaknya seorang sweeper, Tetapi ketika menyerang, dia akan diberi tugas untuk dapat memberikan umpan-umpan kedepan, terutama kepada para gelandang. Untuk itu tidak hanya tehnik mendasar bertahan, seorang libero dituntut untuk dapat memiliki passing serta umpan-umpan panjang yang akurat. Dengan tugas yang ‘sedikit’ menyerang seperti ini, Libero harus ditemani oleh 2 central defender yang dapat menutupi celah pertahanan ketika dia ikut membantu penyerangan.

3. Regista
Guardiola pernah berkata, "Sekarang kebanyakan gelandang tengah sekadar berfungsi sebagai gelandang bertahan, karakter seperti saya kian jarang," kata Guardiola. "Saat ini di Italia hanya ada satu, Pirlo di Juventus." Sebaliknya, Pirlo mengaku, "Di peran ini, Guardiola adalah panutan, untuk visinya, ketenangannya, dan kemampuan mengumpannya."

Guardiola dan Pirlo bukan sekadar volante atau rudder-sebutan orang-orang berbahasa Spanyol dan Portugis untuk gelandang tengah bertipe bertahan. Kedua istilah itu bermakna sama, yaitu penyeimbang roda atau alat kemudi. Tapi mereka berdua juga bukan sekadar assistidores (pemberi umpan) atau enganche (pengait). Mereka gabungan semuanya.

Sedangkan penjelasanya yaitu pemain yang bertugas sebagai otak dalam sebuah tim dalam menyerang dan bertahan, namun posisinya ada di depan dua bek tengah. Contohnya adalah Andrea Pirlo, Michael Carrick.

4. Carilleros

Disebut juga shuttlers, dua pemain terluar dalam formasi diamond dan berada diantara playmaker dan holding midfielder. Contohnya adalah Ramires.

5. Trequarista

Trequartista berarti 'tiga perempat', maksudnya adalah posisi seorang pemain yang berada di tiga perempat lapangan jika diukur dari garis gawangnya. Posisi ini awalnya dikembangkan Magic Magyars, tim legendaris Hungaria pada pertengahan era 1950-an. Trequartista bukan seorang penyerang dan juga bukan seorang gelandang, ia adalah keduanya. Posisi bakunya adalah Attacking Midfielder atau Second Striker. Dia kadang berperan untuk membantu membuka celah dengan passing seperti seorang Playmaker, dribling dan pergerakan tanpa bola seperti Deep Lying Forward ataupun datang dari second line seperti Inside Forward. Bahkan ia mempunyai kemampuan finishing sebaik seorang Target Man. Dia bergerak bebas baik di lini tengah maupun di lini depan. Trequartista tidak menjemput bola, dia terlihat seperti menjemput bola karena dia menunggu tepat di tiga perempat lapangan, dan memang dia akan lebih banyak beroperasi di situ (persis seperti artinya secara harfiah). Salah satu perbedaan mencolok seorang trequartista dengan pemain lainnya adalah ia biasanya tidak menahan bola untuk menunggu rekan-rekannya, dan yang lebih mencolok lagi dia sama sekali tidak ditugaskan untuk mengejar bola apalagi bertahan. Karena perannya yang sangat vital di berbagai aspek menyerang, maka saat bertahan dia seakan 'diistirahatkan'. Secara teknik, pastinya seorang trequartista haruslah pemain yang mempunyai bakat secara alamiah dalam mengolah bola dan visi juga kecerdasan yang tinggi dalam menghadapi situasi dalam pertandingan. Contoh pemain jenis ini dapat banyak ditemukan di Liga Italia seperti Antonio Cassano, Riccardo Kaka (ketika di AC Milan), Alessandro Del Piero, dan salah satu yang disebut sebagai trequartista murni dan salah satu yang terbaik yaitu Francessco Totti.

6. Defensive Winger

Walau bukan seorang pemain sayap murni, baik Rafa Benitez maupun Alex Ferguson sering mempercayakan sisi sayap kiri atau kanan lapangan pada kedua pesepakbola ini. Karena daya tahannya secara aktif dalam menahan laju serangan lawan [defensive-ability], maka pemain-pemain yang mengambil peran seperti Dirk Kuyt dan Park Ji Sung ini sering disebut sebagai defensive winger.
Saat ditempatkan di sisi lapangan, kedua pemain ini lebih sering berlari ke arah gawang timnya sendiri dibandingkan meneror kiper tim lawan. Jika Robben menyihir penonton dengan golnya dari tepian kotak penalti, peran sebaliknya dilakoni oleh  Kuyt saat membela Liverpool, dan Ji Sung sewaktu berbaju Manchester United, yang justru lebih sering membuat penonton berteriak dengan larinya mengejar pemain depan lawan kemudian merebut bola dengan tekel.

7. Prima Punta

Seorang striker yang memiliki tugas hanya untuk mencetak gol, namun tidak memiliki kualitas teknik yang baik, selain untuk mecetak gol. Contohnya adalah Luca Toni.

8. Poacher

Poacher adalah salah satu role yang semakin langka untuk bisa ditemukan dalam level atas sepakbola modern. Kenyataanya, sepakbola modern kini lebih ‘menghargai’ penyerang yang tidak hanya bisa mencetak gol saja tetapi bisa juga membantu rekan gelandangnya, kreatif dan terus bergerak demi menciptakan ruang bagi rekan-rekannya. Sedangkan poacher hanya bisa melakukan sedikit dari tugas-tugas diatas.Tugas seorang poacher memang ‘hanya’ berkeliaran di sekitar kotak penalti lawan, menciptakan sedikit ruang bagi dirinya sendiri saat menyambut umpan terobosan atau umpan silang demi mencetak gol. Seorang poacher yang bagus bisa mencetak 30 gol lebih semusimnya, tetapi seluruh tim harus mau ‘berkorban’ untuknya. Poacher juga selalu membutuhkan partner penyerang, jika tidak maka ia akan ‘kesepian’ di depan sendirian. Rekan gelandangnya harus banyak mensuplai bola ke kotak penalti untuk menciptakan peluang gol baginya. Seorang poacher harus ‘berdarah dingin’, tajam luar biasa saat di depan gawang, punya pergerakan tanpa bola yang brilian dan sangat konsisten. Dan contoh pemainya adalah Javier Hernandez , Filipo Inzaghi dan Dimitar Berbatov.



Mengenal Posisi Pemain Sepakbola Yang Masih Asing Di Telinga Mengenal Posisi Pemain Sepakbola Yang Masih Asing Di Telinga Reviewed by Himam Miladi on January 11, 2014 Rating: 5

Ketika Istri Marah Dan Mengomel, Diam Dan Dengarkanlah!

January 02, 2014
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab r.a. Ia ingin mengadu pada Khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.

Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?

Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.

1. Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.

Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat. Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.

Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.

Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.

4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang membuatnya begitu.? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya

Semoga ALLAH senantiasa membukakan pintu jodoh bagi siapa saja yang menginginkan jodoh. Pilihlah agamanya. Mudah-mudahan sebab agamanya baik, engkau mendapatkan jodoh yang baik pula, dan senantiasa dinaungi oleh Rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa atas segala nikmat-Nya. Aamiin
Ketika Istri Marah Dan Mengomel, Diam Dan Dengarkanlah! Ketika Istri Marah Dan Mengomel, Diam Dan Dengarkanlah! Reviewed by Himam Miladi on January 02, 2014 Rating: 5
Powered by Blogger.