Idul Fitri Itu Hari Raya Makanan, Bukan Hari Kemenangan Atau Kembali Ke Fitrah!

June 22, 2017
Selama ini, orang memaknai kata Lebaran itu sama dengan Idul Fitri. Padahal jelas berbeda! Lebaran itu bisa dirayakan oleh siapa saja, baik umat muslim maupun non muslim. Coba kita tengok di sekitar kita. Bukankah banyak pula rekan, tetangga, atau bahkan saudara kita yang non muslim juga ikut merayakan lebaran? Entah itu sekedar mengucapkan Selamat Idul Fitri, saling beranjang sana, kumpul-kumpul reuni saat di awal-awal bulan Lebaran, dan perayaan “lebaran” lainnya.
Itulah penjelasan tentang makna perayaan lebaran. Sedangkan Idul Fitri, hanya bisa dirayakan dan dirasakan oleh umat muslim saja. Lebih spesifik lagi, Idul Fitri (kalau dalam versi penulisan asli bahasa arab: Iedul Fitr) hanya bisa dirasakan dan dirayakan oleh umat islam yang menjalankan puasa Ramadhan. Jadi, meski dia muslim, tapi tidak menjalankan perintah puasa Ramadhan dengan sebenarnya, dia tidak bisa merasakan Idul Fitri.
Mengapa? Hal ini terkait dengan makna asli Iedul Fitri yang selama ini sudah terbiaskan dengan pemaknaan yang berbeda. Kata ‘Ied’ (عيد) dalam Iedul Fithri sama sekali bukan kembali. Dalam bahasa Arab, Ied (عيد) berarti hari raya. Maka, setiap agama punya “Ied”, punya hari raya sendiri-sendiri. Dalam bahasa Arab, hari Natal yang dirayakan umat Nasrani disebut dengan Iedul Milad (عيد الميلاد), yang artinya hari raya kelahiran. Maksudnya kelahiran Nabi Isa alaihissalam. Mereka merayakan hari itu sebagai hari raya resmi agama mereka. Hari-hari kemerdekaan suatu negeri dalam bahasa Arab sering disebut dengan Iedul Wathan (عيد الوطن). Memang tidak harus selalu hari kemerdekaan, tetapi maksudnya itu adalah hari besar alias hari raya untuk negara tersebut.
idul fitri
Makna asli dari kata “Iedul Fitri” bahkan sesungguhnya melenceng jauh dari yang selama ini kita kenal. Bukan sebagai “Hari Kemenangan”, atau bermakna “Kembali ke Fitrah”. Tapi justru makna asli “Iedul Fitri” adalah Hari Raya Makanan! Yang mana berasal dari susunan dua kata “Ied” (عيد) yang berarti Hari Raya serta kata “Fithr” (فطر) bermakna makan atau makanan dan bukan suci ataupun keislaman. Bukan berasal dari dua kata “‘aada”(عاد) yang berarti “kembali” dan  fithrah (فطرة) yang berarti suci/islam.
Karena jika kata “Ied” diartikan “kembali”, kita tentu akan rancu dan kacau ketika memaknai pengertian “Iedul Adha”, yang menjadi “kembali ke hewan qurban. Karena makna “Iedul Adha” adalah Hari Raya Kurban.
Makna asli Iedul Fitri sebagai Hari Raya Makanan sudah pasti tepat karena di hari tersebut, tanggal 1 Syawal umat muslim diwajibkan untuk makan dan diharamkan untuk berpuasa. Dan sunnahnya, makan yang menjadi ritual itu dilakukan justru sebelum kita melaksanakan shalat Idul Fithri. Dan oleh karena itulah kita mengenal syariat memberi zakat al-fithr, yang maknanya adalah zakat dalam bentuk makanan. Tujuannya sudah jelas, agar tidak ada yang tersisa dari orang miskin yang berpuasa hari itu dengan alasan tidak punya makanan. Dengan adanya zakat al-fithr, maka semua orang bisa makan di hari itu.
Pada akhirnya, makna Iedul Fitri pun akhirnya bersinggungan dengan makna Lebaran, yakni ketika menjelang dan saat Iedul Fitri tiba, umat muslim, khususnya di Indonesia ingin merayakannya bersama keluarga. Lebaran, yang dalam terminologi bahasa berasal dari tradisi Hindu yang berarti “sudah selesai”, dimaknai sebagai “usainya masa puasa”, atau jika lebih luas lagi “usainya masa kerja selama setahun, dan akhirnya kembali ke keluarga”. Mereka yang sebelumnya ada di kota/negeri lain, berbondong-bondong pulang kampung dalam sebuah tradisi bernama “mudik” lantaran ingin merayakan Iedul Fitri bersama keluarga di kampung halaman. Dan pada akhirnya pula, tak jarang orang-orang non muslim pun jadi ikut terseret dalam ritual lebaran tersebut.


sumber : https://cerpenislam.id/?p=257
Idul Fitri Itu Hari Raya Makanan, Bukan Hari Kemenangan Atau Kembali Ke Fitrah! Idul Fitri Itu Hari Raya Makanan, Bukan Hari Kemenangan Atau Kembali Ke Fitrah! Reviewed by Himam Miladi on June 22, 2017 Rating: 5

Makna Do'a Malam Lailatul Qadr

June 15, 2017



Di antara nama-nama Allah yang indah (asma’ al-husna), ada tiga nama yang saling berdekatan maknanya, yaitu al-Ghaffar, al-Ghafur, dan al-Afuwwu.

Allah bersifat al-Ghaffar dan al-Ghafur, yang keduanya artinya mengampuni, meskipun berbeda pada penekanannya.

Allah disebut al-Ghaffar karena ia sering mengampuni kesalahan kita setiap kali kita melakukan kesalahan. Sifat ini menekankan pada kuantitas pengampunan.
Allah disebut al-Ghafur karena ia dapat memberikan pengampunan dengan pengampunan yang sempurna, sampai pada batas pengampunan yang paling tinggi. Sifat ini menekankan pada kualitas pengampunan. Dengan begitu, sifat Allah al-Ghafur lebih tinggi dari sifat al-Ghaffar.

Begitu komentar Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali rahimahullah, dalam karyanya al-Maqshad al-Asna fi Syarhi Asma’ Allah al-Husna.

Namun, menurut al-Ghazali, al-Afuwwu (pemaafan) lebih tinggi dari pengampunan (al-Ghaffar dan al-Ghafur). Menurutnya, pengampunan (al-Ghaffar dan al-Ghafur) hanya sebatas ‘menutupi’ kesalahan kita, sehingga kesalahan itu tidak menimbulkan efek negatif terhadap diri kita. Namun, pada hakikatnya, kesalahan itu tetap ada.

Makna a-Ghaffar dan al-Ghafur adalah as-sitru, yang artinya ‘menutupi’. Dengan begitu, kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan akan dibuka kembali oleh Allah di saat kita berhadapan satu-persatu di hadapan-Nya, kelak pada hari kiamat.

Sedangkan makna al-Afuwwu adalah al-mahwu wa izalat al-atsari (menghapus dan menghilangkan bekas). Persis seperti kita men-delete secara permanen file komputer kita, yang tidak bisa kita recycle bin.

Ketika Allah memaafkan kita, maka kesalahan kita itu terhapus dari buku catatan amal kita, bahkan malaikat yang mencatat pun tidak mengetahuinya. Allahu Akbar!

Pantaslah, pada bulan Ramadhan yang mulia, lebih-lebih pada sepuluh akhir, Rasulullah mengajarkan kita agar senantiasa berdoa, ‘Allahumma innaka afuwwun, tuhibbul afwa, fa’fu anna, ya karim (Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pemberi Maaf. Engkau menyukai sikap pemaaf. Maka, maafkanlah kami, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah)’.

(Copas Bang Aziem)



sumber: https://cerpenislam.id/2017/06/15/makna-doa-malam-lailatul-qadr/
Makna Do'a Malam Lailatul Qadr Makna Do'a Malam Lailatul Qadr Reviewed by Himam Miladi on June 15, 2017 Rating: 5
Powered by Blogger.